KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Alloh SWT atas
limpahan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Tafsir Tarbawi tentang Obyek Pendidikan Islam dan Pendidikan Sepanjang
Hayat, tanpa ada alangan suatu apa.
Adapun maksud
dari penyusunan makalah ini ialah untuk dapat memenuhi tugas mata kuliah Tafsir
Tarbawi Semester 2, Sekolah Tinggi Agama Islam Miftahul Huda Al-Azhar,
(STAIMA), Citangkolo – Banjar. Makalah ini ditulis dan
disusun berdasarkan materi
semester 2 yang telah disampaikan oleh dosen pembimbing
Makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik atas
bantuan dari berbagai pihak, maka
dari itu kami mengucapkan terimakasih banyak kepada:
1. Bapak Drs. S. Sukirman
PW, MM.Pd. selaku kepala DPA STAIMA Gandrungmangu.
2. Bapak Amirudin,
S.pd.I MM selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan serta bimbingannya dalam penyusunan makalah ini.
3. Semua pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian
makalah ini.
4. Rekan-rekan
mahasiswa maupun mahasiswi yang telah menyumbangkan gagasannya dalam proses
penyusunan makalah ini.
Kami berharap, dengan
selesainya penyusunan makalah ini akan menambah wawasan dan pengetahuan
serta dapat bermanfaat bagi pembaca.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan serta kesalahan. Oleh karena itu kritik serta saran yang membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Gandrungmangu, 27 April 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...........................................………………………................
KATA PENGANTAR ...........……………………………………………………...
DAFTAR ISI .........……………………………………………………….........
BAB I DEFINISI PENDIDIKAN .................................................................
11. Definisi Pendidikan Secara Umum …….. ……………………..…..........
1.2. Definisi Pendidikan Menurut
Islam…...............................................
Ø Ruang Lingkup Pendidikan Islam ……………............................
1.3. Definisi Pendidikan Menurut
Perspektif Nasional ………………………….
BAB II TUJUAN PENDIDIKAN
……………………………….......................
2.1. Tujuan Pendidikan Pancasila
…………………………………………….
2.2. Tujuan Umum Pendidikan Manusia
……………………………….
2.3. Tujuan Pendidikan Islam
(Khusus) ……………………………………
BAB
III KESIMPULAN ......……………………………………………........
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Balakang
Pendidikan Islam memiliki peranan yang penting dalam upaya untuk mempelajari serta memahami isi yang terkandung didalam Al-Qur’anul Karim
yang berkenaan dengan bagaimana cara-cara belajar agama Islam. Pendidikan Islam merupakan
kunci penentu menuju keberhasilan dan memiliki peran sentral, khususnya dalam
perkembangan intelektual, sosial, dan emosional seseorang dan dalam mempelajari
semua aspek
dalam kehidupan sehari-hari. Setelah paham betul tentang Islam
diharapkan mampu membantu seseorang dalam menyelesaikan suatau masalah, memutuskan masalah, serta dapat
mengembangkan, serta mengajarkan nilai-nilai Islam kepada generasi penerus.
Banyak sekali di dalam Al-Qur;an ayat-ayat yang menjelaskan tentang Pentingnya
belajar Agama Islam.
Al-Quran adalah
sumber hukum islam yang pertama. Banyak sekali ayat-ayat yang menjelaskan bahwa Pendidikan Islam itu
sangatlah penting ditanamkankan sejak dini, Sehingga kita hendaknya harus dapat memahami
tentang kandungan di dalamnya. Al-Quran dengan huruf-hurufnya, bab-babnya,
surat-suratnya dan ayat-ayatnya kemudian
kita ajarkan kepada kepada anak-anak agar dapat memahami Al-Qur;an.
Rosululloh SAW juga banyak sekali menjelaskan
didalam Hadits bahwa menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim. Yang harus
kita mulai sejak lahir hingga akhir hayat kita.
B. Rumusan Masalah
- Apa
pengertian Pendidikan
Islam?
- Apasaja Obyek Pendidikan Islam?
- Bagaimana penjelasan Pendidikan Sepanjang
Hayat?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memenuhi
tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi
Semester 2 STAIMA – Banjar, yang dibina oleh bapak Amirudin, S.pd.I MM selaku
dosen pembimbing.
2. Memahami pengertian Pendidikan Islam
3.
Mengetahui Penjelasan Pendidikan sepanjang
hayat
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pendidikan Islam
Secara etimologi Asbab An-Nuzul adalah sebab-sebab
yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu. Meskipun segala fenomena yang
melatari segala peristiwa bisa disebut Asbab An-Nuzul, tetapi dalam
penggunaannya ungkapan Asbab An-Nuzul khusus dipergunakan untuk menyatakan
sebab-sebab yang melatarbelakangi turunya Al-qur’an.
Banyak pendapat secara terminologi yang
dirumuskan para ulama mengenai apa yang dimaksud dengan Asbab An-Nuzul
diantaranya :
1. Menurut Az-Zarqani
“Asbab
An-Nuzul adalah khusus atau sesuatu yang
terjadi serta ada hubungannya dengan turunnya ayat Al-Quran sebagai penjelas
hukum pada saat peristiwa itu terjadi”.
2. Menurut Mana’ Al-Qthathan
ﻤﺎ ﻨﺰﻞ ﻘﺮﺍﻦ ﺒﺸﺄﻨﮫ ﻮﻘﺖ ﻮﻘﻮﻋﮫ ﻜﺤﺎﺪﺜﺔ ﺍﻮﺴﺆﺍ
Artinya:
“Asbab An-Nuzul adalah peristiwa-peristiwa
yang menyebabkan turunnya Al Quran berkenaan dengannya waktu peristiwa itu
terjadi, baik berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi”.
Walaupun redaksi-redaksi pendefinisian diatas berbeda, semua
menyimpulkan bahwa Asbab An-Nuzul adalah kejadian peristiwa yang melatarbelakangi turunnya Al-Quran. Ayat
tersebut turun dalam rangka menjawab, menjelaskan dan menyelesaikan
masalah-masalah yang timbul dari kejadian-kejadian tersebut.
Bentuk-bentuk peristiwa yang melatarbelakangi turunnya Al-Quran sangat
beragam diantara seperti konflik sosial seperti ketegangan yang terjadi antar
suku Auz dan Khazraj.
Pendapat tersebut
hampir merupakan konsensus para ulama. Akan tetapi, ada yang mengatakan bahwa
kesejarahan Arabia pra Al-qur’an pada masa turunnya Al Quran
merupakan latar belakang makro Al Quran. Sementara riwayat – riwayat Asbab An-Nuzul merupakan latar belakang mikronya. Pendapat ini berarti
menganggap bahwa semua ayat Al Quran memiliki sebab-sebab
yang melatarbelakanginya.
B.
Obyek Pendidikan Islam
1.
Ayat-ayat
yang menjelaskan tentang Pentingnya Belajar Islam
Ø
Qur’an
Surat An-Nahl : 125
Artinya : “Serulah (manusia) kepada
jalan Tuhan-mu dengan hikmah[*] dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (Q.S An-Nahl: 125)
(*)Hikmah: ialah perkataan yang
tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.
Dari ayat tersebut diatas dijelaskan
bahwa :
1. Perintah
tersebut ditujukan kepada nabi Muhammad SAW
2.
Yang dimaksud jalan Tuhanmu
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang
menciptakan,
( 2 ) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
( 3 ) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,
( 4 ) Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,
( 5 ) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.
( 6 ) Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui
batas,
Menurut
Az-Zarqani dan As-Suyuti mensinyalir adanya
kalangan yang berpendapat bahwa mengetahui Asbab An-Nuzul merupakan hal yang sia-sia dalam memahami Al-Quran. Mereka beranggapan bahwa
mencoba memahami Al-Quran dengan meletakan ke dalam konteks historis adalah
sama dengan membatasi pesan-pesannya pada ruang dan waktu tertentu. Namun,
keberatan seperti ini tidaklah berdasar, karena tidak mungkin menuniversalkan
pesan Al-Quran diluar masa dan tempat pewahyuan, kecuali melalui pemahaman yang
semestinya terhadap makna Al-Quran dalam konteks kesejahteraannya.
Sementara
itu mayoritas sepakat bahwa konteks kesejarahan yang terakumulasi dalam
riwayat-riwayat Asbab
An-Nuzul merupakan
hal yang signifikan untuk memahami pesan-pesan Al-Quran.
Bahkan
dalam statement Imam Al-Wahidi menyatakan ketidak mungkinan untuk
menginterpretasikan Al-Quran tanpa mempertimbangkan aspek kisah dan Asbab An-Nuzul :
ﻻﻴﻤﻜﻦ
ﻤﻌﺮﻔﺔ ﺘﻔﺴﺮﺍﻷﻴﺔ ﺪﻮﻦ ﺍﻠﻮﻘﻮﻒ ﻋﻠﻰ ﻘﺼﺘﻬ ﺎﻮﺒﻴﺎﻦ ﻨﺰﻠﻬﺎ
Artinya : “Tidaklah mungkin kita mengetahui tafsir suatu ayat tanpa mengetahui
kisahnya dan sebab turunnya”.
Dalam uraian lebih rinci
Az-Zarqani mengemukakan urgensi Asbab An-Nuzul
dalam memahami Al-qur’an adalah sebagai
berikut :
1. Membantu dalam memahami sekaligus mengatasi
ketidakpastian dalam menangkap pesan ayat-ayat Al Quran. Diantaranya dalam Al Quran
surah (Al Baqarah ayat : 115) yang artinya : “Dan
kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah
wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
Dalam suatu riwayat dikemukakan
bahwa Ibnu Umar membacakan ayat ini (S. 2: 115) kemudian menjelaskan
peristiwanya sebagai berikut. Ketika Rasulullah SAW dalam perjalanan dari Mekah
ke Madinah shalat sunnat di atas kendaraan menghadap sesuai dengan arah tujuan
kendaraannya. (Diriwayatkan oleh
Muslim, Tirmidzi dan Nasa'i yang bersumber dari Ibnu Umar.)
dinyatakan
bahwa timur dan barat merupakan kepunyaan Alloh dalam kasus sholat, dengan
melihat dzahir ayat diatas, seseorang boleh menghadap kearah mana saja sesuai
dengan kehendak hatinya. Ia seakan-akan tidak berkewajiban untuk menghadap
kiblat ketika sholat. Akan tetapi setelah melihat Asbab An-Nuzulnya tahapan bahwa interpretasi tersebut salah. Sebab
ayat diatas berkaitan dengan seseorang yang berada dalam perjalanan dan
melakukan sholat diatas kendaraan atau berkaitan dengan orang yang berjihat
dalam menentukan arah kiblat.
2. Mengatasi keraguan ayat yang diduga
mengandung pengertian umum. Menurut Asy-Syafii’’, pesan ini tidak bersifat umum
(hasr). Untuk mengatasi kemungkinan adanya keraguan alat bantu Asbab An –Nuzul.
Menurutnya, ayat ini diturunkan sehubungan dengan orang-orang kafir yang tidak
mau memakan sesuatu, kecuali apa yang telah dihalalkan sendiri. Karena
mengharamkan apa yang telah dihalalkan Alloh dan menghalalkan apa yang telah
diharamkan Alloh merupakan kebiasaan orang-orang kafir, terutama
orang yahudi.
- Mengkhususkan hukum
yang terkandung dalam Al-Quran,
bagi ulama
yang berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab
yang bersifat khusus dan bukan lafadz yang bersifat
khusus. Dengan demikian ayat ‘zihar’dalam permulaan surat Al-Mujadalah
(58), yang
turun berkenaan dengan aus ibn samit yang
menzihar istrinya (Khaulah binti
Hakim Ibn Tsa’labah),
hanya
berlaku bagi kedua orang tersebut. Hakim zihar yang
berlaku bagi selain kedua orang itu,
ditentukan
dengan jalan analogi (qiyas)
- Mengidentifikasikan
pelaku
yang menyebabkan ayat Al-Quran
turun. Umpamanya Aisyah Pernah menunjuk Abdur Ar-Rahman ibn Abu
Bakar sebab orang yang menyebabkan
turunnya Ayat;
“Dan orang yang mengatakan kepada orang tuanya “cis kamu berdua’’(Q.S Al-Ahqaf:17).
Untuk meluruskan persoalan , ’Aisyah berkata kepada Marwan ;
’’Demi Allah Bukan Allah yang
menyebabkan ayat ini turun.
Dan aku sanggup untuk menyebutkan siapa orang
yang sebenarnya.’’
- Memudahkan untuk
menghafal dan memahami ayat, serta untuk memantapkan wahyu kedalam hati orang
yang mendengarnya. Sebab, hubungan sebab akibat
(musabab),
hukum,
peristiwa,
dan
pelaku, masa, dan tempat merupakan satu jalinan yang bisa
mengingat hati.
C.
Cara
Mengetahui Riwayat Asbab An Nuzul
Asbab An –Nuzul adalah
peristiwa yang terjadi pada zaman Rosulullah SAW. Oleh karena itu tidak ada
jalan lain untuk mengetahuinya, selain berdasarkan periwayatan yang benar (naql-as-shahih) dari orang –orang yang melihat dan mendengar
langsung tentang turunnya ayat Al-Quran.
Dengan demikian dalam periwayatan diperlukan
kehati-hatian dalam periwayatan yang berkaitan dengan Asbab An –Nuzul. Untuk itu, dalam kitab Asbab An –Nuzul, Al –Wahidy menyatakan;
ﻻﻴﺤﻞ ﺍﻠﻘﻮﻞ ﻔﻲ ﺍﺴﺒﺎﺐ ﻨﺰﻞ ﺍﻠﻜﺘﺎﺐ ﺍﻻﺒﺎﺍﻠﺮﻮ ﺍﻴﺔ ﻮﺍﻠﺴﻤﺎﻉ ﻤﻤﻦ ﺸﺎﻫﺪﻮﺍﺍﻠﺘﻨﺰﻴﻞ
ﻮﻮﻘﻔﻮﺍﻋﻠﻰ ﺍﻷﺴﺒﺎﺐ ﻮﺠﺜﻮﺍﻋﻦﻋﻠﻤﻬﺎﻮﺠﺪﻮ ﻔﻰﺍﻠﻄﻠﺐ
Artinya : “Pembicaraan Asbab An –Nuzul, tidak dibenarkan, kecuali dengan berdasarkan riwayat dan mendengar
dari mereka yang secara langsung menyaksikan peristiwa nuzul, dan
bersungguh-sungguh dalam mencarinya”
D.
Macam –Macam
Asbab An –Nuzul
1. Dilihat
dari sudut pandang redaksi –redaksi yang Dipergunakan dalam Riwayat Asbab An
–Nuzul
Ada dua jenis redaksi yang
digunakan perawi dalam mengungkapkan riwayat Asbab An-Nuzzul, yaitu sharih (visionable/jelas) dan
muhtamil (impossible/kemungkinan).
a)
Redaksi
Sharih
Redaksi sharih artinya
riwayat yang sudah jelas menunjukan Asbab An –Nuzul, dan tidak mungkin pula
menunjukan yang lainnya. Redaksi sharih apabila perawi
mengatakan :
ﺴﺒﺐ ﻨﺰﻮﻝﻫﺬﻩ
ﺍﻻﻴﺔ ﻫﺬﺍ....
Artinya : “Sebab turunnya ayat ini adalah ….
Atau menggunakan kata “maka”
(fa taqibiyah) setelah ia mengatakan peristiwa itu. Missal :
ﺤﺪﺚﻫﺬﺍ... ﻔﻨﺰﻟﺖﺍﻻﻴﺔ....
Atinya : “Telah terjadi…, maka
turunlah ayat”.
Contoh riwayat Asbab An
–Nuzul yang menggunakan redaksi sharih adalah sebuah riwayat
yang dibawakan oleh Jabir bahwa
orang-oranng Yahudi berkata, “Apabila seorang suami
mendatangi “qubul” istrinya dari belakang, anak yang lahir akan juling. Maka turunlah ayat;
ﻨﺴﺎﺀﻜﻢ ﺤﺮﺚ ﻜﻢ
ﻔﺄﺘﻮﺍﺤﺮﺜﻜﺍﻨﻰ ﺸﺌﺘﻢ ﴿ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ:٣٢٢﴾
Artinya;
“Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kmu bercocok –tanam, maka
datangilah tanah tempat bercocok tanam
itu bagaimana saja kamu hendaki”. (Q.S AI-Baqarah: 223)’.
b)
Redaksi
Muhtamilah
Mengenai
riwayat Asbab An –Nuzul menggunakan redaksi “muhtamilah”,Az-Zarkazy
menuturkan dalam kitab Al–Burhan fi ‘Ulum Al-Quran :
ﻘﺪﻋﺮﻒ ﻤﻦﻋﺎﺪﺓ ﺍﻟﺼﺤﺎﺒﺔ ﻮﺍﻟﺘﺎﺒﻌﻴﻦ ﺍﻦ ﺍﺤﺪﻫﻢﺍﺬﻘﺎﻝ: ﻨﺰﻠﺖﻫﺬﻩ ﺍﻻﻴﺔ
ﻔﻰ ﻜﺬﺍ ﻔﺈﻴﺮﻴﺪﺒﺬﻠﻚﺃﻨﻬﺎﺘﺘﻀﻤﻦﻫﺫﺍﻠﺤﻜﻢ ﻻﺍﻦﻫﺫﺍ ﻜﺎﻦﺍﻠﺴﺒﺐ ﻔﻲ ﻨﺰﻮﻠﻬﺎ
Artinya:
“Sebagaimana diketahui, telah terjadi kebiasaan para
sahabat Nabi dan tabi’in, jika seorang diantara mereka berkata,’ayat ina daturunkan
berkenaan dengan…’. Maka yang dimaksud adalah
ayat itu mencakup ketentuan hukum tentang ini atau itu, dan bukan
bermaksud menguraikan sebab turunnya ayat.
Skema 1
Redaksi Periwayatan Asbab An –Nuzul
2.
Dilihat dari sudut pandang berbilang
Asbab An-Nuzul untuk satu ayat atau berbilangnya ayat
untuk Asbab An-Nuzul
a)
Berbilangnya
Asbab An-Nuzul untuk
satu ayat (Ta’addud As-sabab wa Nazil Al-wahid)
Cara mengatasi variasi
riwayat asbab an-nuzul dalam satu ayat sebagai berikut:
1)
Tidak
mempermasalahkan
2)
Mengambil
fersi riwayat asbab an-nuzul yang menggunakaan redaksi sharih
3)
Mengambil
fersi riwayat yang shoheh atau (valid)
b)
Adapun fariasi riwayat Asbab An-Nuzul
dalam satu ayat fersi berkualitas para ulama mengemukakan langkah-langkah
sebagai berikut:
1) Mengambil
versi riwayat yang sohih
2)
Melakukan studi selektif (tarjih)
Versi Asbab An-Nuzul yang dikeluarkan oleh Bukhori dan Tirmidi
dari Ibnu Abas mengatakan :
Yang
artinya :
“Orang-orang
quraisy berkata kepada orang-orang Yahudi, berikan kepada kami tentang sesuatu yang akan ditanyakan kepada lelaki ini (Nabi). Mereka menjawab, bertanyalah
kepadanya tentang roh. Maka mereka pun bertanya tentangnya kepada nabi. Maka Alloh
menurunkan: Wayasalunaka’an-ruh”.
Riwayat yang
dikeluarkan oleh Bukhori dan Tirmidi keduanya berstatus
shoheh. Akan tetapi, manyoritas ulama lebih mendahulukan hadist Bukhori
daripada hadist Tirmidi karena hadist Bukhori lebih unggul atau (rojih), sedangkan hadist Tirmidi tidak
unggul atau marjuh. Alasan yang dikemukakan mereka adalah bahwa Ibnu Masngud
menyaksikan kejadian sendiri di atas sedangkan Ibnu Abas hanya mendengarnya dari
orang lain.
3)
Melakukan studi kompromi (jama)
Langkah ini dilakukan apabila kedua riwayat yang kontradiktif itu
sama-sama memiliki status keshahihan hadist yang sederajat dan tidak mungkin
dilakukan tarjih
Redaksi Periwayatan Asbab An –Nuzul
E.
Kaidah “Al-
Ibrah”
Manyoritas ulama berpendapat
bahwa yang harus menjadi pertimbangan adalah keumuman lafal dan bukannya
kekhususan sebab (al-‘brah bi’umum al-lafzhi la bi khusus as-sabab). As suyuthi, memberikan alasan bahwa
itulah yang dilakukan oleh para sahabat dan golongan lain. Ini bisa dibuktikan, antara lain ketika turun
ayat zihar dalam kasus Salman Ibn Shakhar, ayat li’an
dalam perkara Hilal Ibn Umayah, dan ayat qadzaf dalam kasus
tuduhan terhadap ‘Aisyah, penyelesaian terhadap kasus-kasus tersebut ternyata
juga diterapkan terhadap peristiwa lain
yang serupa.
Disisi lain, ada juga ulama yang berpendapat bahwa ungkapan satu lafazh
Al-Quran harus dipandang dari segi kekhususan sebab bukan dari keumuman lafazh (al-‘ibrah bi khusus as-sabab la bi bi’umum
al-lafazh).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Al-Quran adalah
sumber hukum islam yang pertama. Sehingga kita hendaknya harus dapat memahami
tentang kandungan di dalamnya. Al-Quran dengan huruf-hurufnya, bab-babnya,
surat-suratnya dan ayat-ayatnya yang sama di seluruh dunia, baik di Jepang,
Brasilia, Iraq dan lain-lain. Andaikata ia bukan dari Allah SWT, tentu terdapat perbedaan yang banyak.
Al-Quran adalah laksana sinar yang memberikan
penerangan terhadap kehidupan manusia, bagaikan pelita yang memberikan cahaya
kearah hidayah ma’rifah. Al-Quran juga adalah kitab hidayah dan ijaz
(melemahkan yang lain). Ayat-ayatnya tentu ditetapkan kemudian diperinci dari
allah SWT. Yang maha
bijaksana dan maha mengetahui.
Al-Quran bukanlah sebuah merupakan sebuah
“buku” dalam pengertian umum, karena ia tidak pernah diformulasikan, tetapi
diwahyukan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad SAW. Sejauh
situasi-situasi menuntutnya. Al-Quran pun sangat menyadari kenyataan ini
sebagai suatu yang akan menimbulkan keusilan di kalangan pembantahnya
(Q.S.Al-Furqan [25]: 32). Seperti yang diyakini sampai sekarang, pewahyuan
Al-qur’an secara total dalam sekali waktu secara sekaligus adalah suatu yang
tidak mungkin, karena pada kenyataannya Al-Quran diturunkan sebagai petunjuk
bagi kaum muslimin secara berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan
yang timbul.
Al-Quran juga sebagai suatu kesatuan
adalah mempelajarinya dalam konteks latar belakangnya. Latar belakang yang
paling dekat adalah kegiatan dan perjuangan Nabi yang berlangsung selama 23
tahun dibawah bimbingan Al-Quran. Dan dipaparkan melalui sunah-suanah beliau.
Kita tidak dapat memahami pesan-pesan yang terkandung dalam Al-Quran apabila
hanya memahami bahasanya saja, tanpa memahami konteks historisnya. Oleh Karen
itu hamper semua literatur yang berkenaan dengan Al-Quran menekankan Asbab
An-Nuzul (alas an pewahyuan).
B. Saran
1.
Sebagai muslim kita harus dapat membaca
sekaligus memahami isi yang terkandung didalam Al-Qur’an.
2.
Dalam kita membaca Al-qur’an harus
memperhatikan panjang, pendek, tajwid dan lainya, untuk dapat memahami itu
semua kita harus belajar Ulumul Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Ibnu katsir,Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim.,t.t
Jalaludin As-Suyuti,Al-Itqan fi ‘Ulum
Al-Qur’an,Dar Al-Fikr,Beirut,t.t
Manna’Al-Qaththan,,Mabahits fi’Ulum
Al-Qur’an,Mansyurat al-‘Ashr al-Hads t,t
1973
Muhammad ‘Abd Ash-‘Azhim Az-Zarqani,Mnahil
Al-‘Irfan, Dar-AlFikr, Beirut,t,t
Muhammad Ali AS-Shabuni.At-Tibyan Fi’Ulum
Al-Qur’an,maktabah al-Ghazali Damaskus, 1390